Disebuah pelosok desa ada satu rumah yang berada paling
pojok, rumah sederhana yang sudah terlihat tua sedikit rapuh, berlubang bahkan
jendela kamarnya ada yang copot. Disekitar rumah itu hanya ada obor yang
menyala nyala untuk menerangi rumah yang sudah renta itu. Didalam rumah itu
hanya ada seorang anak perempuan dan ibunya yang tidak ada sosok laki laki yang
membantu nya untuk mencari nafkah. Sosok ibu ini lah yang menjadi tulang
punggung keluarganya, dialah yang melakukan semua pekerjaan yang tak sepantasnya
dilakukan perempuan.Bu indun sebutan akrab yang biasa diucapkan oleh warga
sekitar untuk menyapa sosok ibu yang sangat luar biasa. Setiap pagi dapur bu
indun tak pernah henti mengeluarkan kepul asap dan pada saat warga masih
tertidur nyenyak, bu indun sudah sibuk dengan peralatan masak untuk membuat
adonan kue kue yang akan dijual
berkeliling dari desa kedesa. Pukul 04:00 pagi ibu indun sudah harus
menyelesaikan semua masakannya dan mempersiapkan kue kue yang akan dijual.
Setelah selesai ibu indun beranjak membersihkan diri dan segera sholat subuh,
sebelum berangkat kerja ibu indun harus menyiapkan makanan untuk anaknya yang
akan berangkat kuliah, Ibu indun berangkat jualan pukul 06:00 pagi.
Bu indun: “ srindun dun bangun nak, matahari sudah
terbit, ayo sekolah”
Srindun : iya bu ini sudah bangun, masih membersihkan
tempat tidur
Bu indun: iya nak, ibu mau berangkat jualan kamu makan
aja udah ibu siapin pakaian mu juga
Srindun: makasi bu, hati hati dijalan semoga jualannya
habis ya bu ( sambil mencium tangan
ibunya)
Bu indun: iya nak ibu berangkat,assalamualaikum
Srindun: waalaikumsalam
Bu indun pun berangkat jualan keliling dengan semangat
nya yang kuat dan kaki kecilnya melangkah secara perlahan menelusuri setiap
rumah yang beliau lewati. dari desa satu kedesa yang lain, dengan suaranya yang
sangat lantang dank has ibu indun menjajakan kue kue nya.
Ibu indun: “ bang darling oh bang darling bakwan kacang
sama dadar guling”
Ibu indun: “ bang darling oh bang darling bakwan kacang
sama dadar guling”
Itulah lagu khas ibu indun untuk menarik perhatian calon
pembeli dan warga sekitar, bu indun sanggat sabar dan menerima berapapun hasil
yang diperolehnya. Matahari semakin terik yang membuat keringat bu indun
bercucuran tapi itu bukan lah halangan bagi bu indun untuk mencari risky,
setiap hari kurang lebih 15 km jalanan yang dilewati bu indun naik turun,
berbatu tatkala sering banyak goresan luka pada kaki kecil bu indun. Demi untuk
memenuhi kebutuh sehari hari dan membiayai anaknya sekolah bu indun rela melakukan
apa saja dengan cara yang halal. Kehidupan bu indunan sudah 3 tahun dijalani
setelah kepergian suaminya yang menderita sakit kanker dan pada akhirnya suaminya
meninggal dunia.sejak saat itu kehidupan bu indun berubah 180 derajat, ibu
indun tidak lagi hanya menjadi seorang ibu. Ibu indun juga harus bisa menjadi
sosok seorang ayah bagi anaknya dan melakukan apa saja sendiri.
Hari sudah semakin sore, tetapi jualan bu indun masih
belum terjual semua. Dengan wajah letih,lesu bu indun memutuskan untuk balik
kerumah dan melanjutkannya besok pagi. Bu indun pun pulang dengan wajah yang
kusut.
Bu indun: assalamualaikum “nak ibu sudah datang”
Srindun: waalaikumsalam gimana hasil jualannya hari ini
bu?
Bu indun: ya begitulah nak, masih ada sebagian yang belum
laku
Srindun: ya padahal srindun butuh uang bu
Bu indun: buat apa nak?
Srindun: begini bu, sekarang sudah waktunya bayar spp
sama uang buku bu
Bu indun: berapa uang yang dibutuhkan nak?
Srindun: sekitar 400 ribu bu
Bu indun: Untuk apa uang sebanyak itu Sri?
Srindun: iya bu, itu untuk biaya buku sama seragam
olahraga yang baru.
Bu indun : Heeem (sambil meghembuskan nafas panjang), ya
sudah minggu depan ibu usahakan ada?
Srindun : Iya bu tidak apa-apa, mana wadah jajan yang
kotor biar sri bantu cuci di belakang
Ibu indun : ini Sri
Setelah mendengar keluh kesah yang di ucapkan oleh
anaknya ibu Indun berfikir keras bagaimana memperoleh uang sebnayak itu
sedangkan untuk makan sehari – hari saja mereka berdua sedikit kesusahan, Ibu
Indun lekas membersikan badan lalu mengambil air wudhlu dan segera menunaikan
sholat, Ibu Indun adalah sosok ibu yang benar – benar luar biasa dia tidak
senantiasa bersyukur dengan keadaan, dia tidak pernah menunjukan rasa letih,
susah bahkan sedih di hadapan Sri anak semata wayangnya.
Sri : Bu, Ibu (sambil membawa segelas the hangat ), Ibu
sudah selesai sholat??
Ibu Indun : (kaget, tersadar dari lamunan setelah selesai
berdo’a) iya Sri …
Sri : Ini Bu, aku buatkan teh angat untuk ibu
Ibu indun : Subhannallah kamu anak yang berbakti nak, semoga
kelak kamu menjadi anak yang sukses (sambil membelai rambut sri)
Sri : (tersenyum manis) amin bu
Sri adalah anak ibu Indun semata wayang, dia anak
perempuan yang sangat kalem, manis dan berbakti kepada orang tua, sekarang dia
duduk di bangku kelas 6 SD, dokter adalah cita – cita Sri. Dia ingin menjadi
dokter agar kelak dia dapat menyalamatkan nyawa orang yang sakit agar tidak
sampai meninggal seperti ayahnya, dia adalah sosok murid yang rajin dan santun
di sekolah, banyak prestasi yang di ukir serta beasiswa yang dia dapat setiap
tahunnya, Sri sadar bahwa dia terlahir di keluarga yang kurang mampu. Maka
belajar dan menjadi pandai adalah hal yang di haruskan.
Setiap hari keluarga kecil ini melewati hidup yang sangat
sederhana, mereka tidak pernah mengeluh bahkan tidak pernah mengenal kata
lelah. Ibu Indun yang harus menjadi orang tua tunggal dari Sri adalah sosok
wanita tangguh, beliau sabar merawat Sri sendiri, sejak Sri kelas 3 SD hingga
sekarang mau lulus, gurat – gurat keriput yang semakin hari semakin bertambah
pada raut muka Ibu Indun terkadang membuat Sri meneteskan air mata tanpa sebab,
Sri takut suatu saat ibunya bisa pergi meninggalkan dirinya seperti ayahnya
Ibu Indun : Loh Sri kenapa nduk kok kamu nangis
Srindun : (Kaget) Ah, anu Bu, tidak kok kelilipan
Ibu Indun : Owalah, Ati – ati nak
Srindun : Iya bu, ayo kita makan bu, itu sudah aku
gorengkan tahu sama sambal
Ibu Indun : Ayoo nak kita makan.
Setelah selesai makan srindun masuk kekamar, didalam
kamar yang remang remang dia menagis kembali, dia masih teringat dengan
hayalannya yang takut kehilangan ibunya. Dan dia tertidur dengan wajahnya yang
masih dalam keadaan menangis.
Hari sudah pagi, ayam mulai berkokok membangunkan manusia
untuk sholat subuh dan melakukan aktivitas kembali. Bu indun sudah
mempersiapkan barang dagangannya seperti biasa yang dia lakukan. Bu indun
berangkat lagi untuk menjual dagangannya keliling desa.
Bu indun: “ bang darling oh bang darling bakwan kacang
dadar gulung”
Bu indun: “ bang darling oh bang darling bakwan kacang
dadar gulung”
Dengan kondisi bu indun yang sudah semakin tua, beliau
sudah mulai kelelahan untuk berjalan dengan jarak yang sangat jauh ditempuhnya
untuk mencari nafkah buat keluarganya. Bu indu tak pernah putus asa untuk
mencari rizky, beliau menerima dengan ikhlas berapapun hasil yang
didapatkannya, karena beliau percaya jika ada kesusahan pasti ada kemudahan
untuk dirinya dan anaknya melangsungkan hidup nya sehari hari. Dan bu indun pun pulang kerumah dengan nafas
yang ngos ngosan seperti dikejar hantu, diusia nya yang sudah mulai tua membuat
bu indun tak kuat berjalan lagi dengan jarak yang begitu jauh dari rumahnya.
Srindun: kelihatannya ibu capek sekali ya? Tak ambilkan
air ya bu
Ibu sindun: iya nak makasih, ibu gapapa
Srindun: ini bu airnya, sini srindun pijat bu ( dengan
menjalurkan tangannya kebahu ibunya)
Ibu sindun: makasi ya nak kamu sudah mau memijat ibu,
badan ibu terasa pegal sekali
Srindun: (dia terdiamm) bu aku kebelakang dulu ya
Ibu sindun: iya nak
Sambil membalikkan bahunya srindun meneteskan air mata
melihat ibunya yang sudah semakin tua tetapi tetap bersemangat mencari nafkah
dan biayanya sekolah, srindun sempat berfikir untuk tidak melanjutkan
sekolahnya, agar dia bisa membantu ibunya menjual kue keliling. Dan pada
akhirnya dia menceritakan kegelisahan yang ada dihatinya.
Srindun: bu srindun ingin ngomong suatu hal yang penting
Ibu sindun: apa itu nak?
Srindun: ibukan sudah semakin tua lebih baik istirahat
dirumah dan biarkan aku yang melanjutkan menjual kue kue keliling bu ( dengan
mata yang berkaca kaca)
Ibu srindun:sudahlah nak gapapa, ini sudah kewajiban ibu
untuk mensekolahkan kamu
Srindun: tapi bu, ibu sudah semakin tua dan kaki ibu
sudah tak mampu berjalan jauh seperti dulu ketika ibu masih kuat ( sambil
menatap ibunys dengan penuh kasihan)
Ibu srindun:gakpapa nak, kamu sekolah aja yang rajin agar
nanti kau bisa membahagiakan ibu dan pengorbanan ibu tidak sia sia.
Srinden: aku janji bu, aku akan buktikan kepada ibuu
kalau aku akan bahagiakan ibu dan tidak menjadi penjual keliling lagi
Srindun semakin bersemangat untuk belajar dengan giat
karena dia ingin melihat ibunya bahagia dan bisa mewujudkan impiannya menjadi
pengusaha. Hari hari pun mereka lewati dengan sabar dan ikhla, setiap pulang
sekolah indun slalu membantu ibunya berjualan. Bulan tahun sudah mereka lalui
dan tibalah saatnya dimana srindun bisa mewujudkan impiannya.
Srindun: lihatlah bu, perjuangan mu begitu besar sehingga
aku menjadi sekarang ini
Ibu sindun: iya
nak, ibu bersyukur sekali impian mu untuk menjadi pengusaha bisa terwujudkan
juga
srindun: ini semua
berkat ibu yang tak pernah lupa mendo’akann ku dan member semangat untuk ku
ibu sindun: iya nak, pesan ibu hanya satu “ jika kamu
sudah merasakan kenyamana jangan pernah kamu mempunyai sifat kikir dan sombong”
srindun: pasti bu pasti kata kata mu adalah do’a yang
harus aku lakukan bu.
Karya : Kader IMM Achilles