Senin, 22 Oktober 2018

Ibu


Disebuah pelosok desa ada satu rumah yang berada paling pojok, rumah sederhana yang sudah terlihat tua sedikit rapuh, berlubang bahkan jendela kamarnya ada yang copot. Disekitar rumah itu hanya ada obor yang menyala nyala untuk menerangi rumah yang sudah renta itu. Didalam rumah itu hanya ada seorang anak perempuan dan ibunya yang tidak ada sosok laki laki yang membantu nya untuk mencari nafkah. Sosok ibu ini lah yang menjadi tulang punggung keluarganya, dialah yang melakukan semua pekerjaan yang tak sepantasnya dilakukan perempuan.Bu indun sebutan akrab yang biasa diucapkan oleh warga sekitar untuk menyapa sosok ibu yang sangat luar biasa. Setiap pagi dapur bu indun tak pernah henti mengeluarkan kepul asap dan pada saat warga masih tertidur nyenyak, bu indun sudah sibuk dengan peralatan masak untuk membuat adonan  kue kue yang akan dijual berkeliling dari desa kedesa. Pukul 04:00 pagi ibu indun sudah harus menyelesaikan semua masakannya dan mempersiapkan kue kue yang akan dijual. Setelah selesai ibu indun beranjak membersihkan diri dan segera sholat subuh, sebelum berangkat kerja ibu indun harus menyiapkan makanan untuk anaknya yang akan berangkat kuliah, Ibu indun berangkat jualan pukul 06:00 pagi.

Bu indun: “ srindun dun bangun nak, matahari sudah terbit, ayo sekolah”
Srindun : iya bu ini sudah bangun, masih membersihkan tempat tidur
Bu indun: iya nak, ibu mau berangkat jualan kamu makan aja udah ibu siapin pakaian mu juga
Srindun: makasi bu, hati hati dijalan semoga jualannya habis ya bu ( sambil mencium tangan   ibunya)
Bu indun: iya nak ibu berangkat,assalamualaikum
Srindun: waalaikumsalam

Bu indun pun berangkat jualan keliling dengan semangat nya yang kuat dan kaki kecilnya melangkah secara perlahan menelusuri setiap rumah yang beliau lewati. dari desa satu kedesa yang lain, dengan suaranya yang sangat lantang dank has ibu indun menjajakan kue kue nya.
Ibu indun: “ bang darling oh bang darling bakwan kacang sama dadar guling”
Ibu indun: “ bang darling oh bang darling bakwan kacang sama dadar guling”
Itulah lagu khas ibu indun untuk menarik perhatian calon pembeli dan warga sekitar, bu indun sanggat sabar dan menerima berapapun hasil yang diperolehnya. Matahari semakin terik yang membuat keringat bu indun bercucuran tapi itu bukan lah halangan bagi bu indun untuk mencari risky, setiap hari kurang lebih 15 km jalanan yang dilewati bu indun naik turun, berbatu tatkala sering banyak goresan luka pada kaki kecil bu indun. Demi untuk memenuhi kebutuh sehari hari dan membiayai anaknya sekolah bu indun rela melakukan apa saja dengan cara yang halal. Kehidupan bu indunan sudah 3 tahun dijalani setelah kepergian suaminya yang menderita sakit kanker dan pada akhirnya suaminya meninggal dunia.sejak saat itu kehidupan bu indun berubah 180 derajat, ibu indun tidak lagi hanya menjadi seorang ibu. Ibu indun juga harus bisa menjadi sosok seorang ayah bagi anaknya dan melakukan apa saja sendiri.
Hari sudah semakin sore, tetapi jualan bu indun masih belum terjual semua. Dengan wajah letih,lesu bu indun memutuskan untuk balik kerumah dan melanjutkannya besok pagi. Bu indun pun pulang dengan wajah yang kusut.
Bu indun: assalamualaikum “nak ibu sudah datang”
Srindun: waalaikumsalam gimana hasil jualannya hari ini bu?
Bu indun: ya begitulah nak, masih ada sebagian yang belum laku
Srindun: ya padahal srindun butuh uang bu
Bu indun: buat apa nak?
Srindun: begini bu, sekarang sudah waktunya bayar spp sama uang buku bu
Bu indun: berapa uang yang dibutuhkan nak?
Srindun: sekitar 400 ribu bu
Bu indun: Untuk apa uang sebanyak itu Sri?
Srindun: iya bu, itu untuk biaya buku sama seragam olahraga yang baru.
Bu indun : Heeem (sambil meghembuskan nafas panjang), ya sudah minggu depan ibu usahakan ada?
Srindun : Iya bu tidak apa-apa, mana wadah jajan yang kotor biar sri bantu cuci di belakang
Ibu indun : ini Sri
Setelah mendengar keluh kesah yang di ucapkan oleh anaknya ibu Indun berfikir keras bagaimana memperoleh uang sebnayak itu sedangkan untuk makan sehari – hari saja mereka berdua sedikit kesusahan, Ibu Indun lekas membersikan badan lalu mengambil air wudhlu dan segera menunaikan sholat, Ibu Indun adalah sosok ibu yang benar – benar luar biasa dia tidak senantiasa bersyukur dengan keadaan, dia tidak pernah menunjukan rasa letih, susah bahkan sedih di hadapan Sri anak semata wayangnya.
Sri : Bu, Ibu (sambil membawa segelas the hangat ), Ibu sudah selesai sholat??
Ibu Indun : (kaget, tersadar dari lamunan setelah selesai berdo’a) iya Sri …
Sri : Ini Bu, aku buatkan teh angat untuk ibu
Ibu indun : Subhannallah kamu anak yang berbakti nak, semoga kelak kamu menjadi anak yang sukses (sambil membelai rambut sri)
Sri : (tersenyum manis) amin bu
Sri adalah anak ibu Indun semata wayang, dia anak perempuan yang sangat kalem, manis dan berbakti kepada orang tua, sekarang dia duduk di bangku kelas 6 SD, dokter adalah cita – cita Sri. Dia ingin menjadi dokter agar kelak dia dapat menyalamatkan nyawa orang yang sakit agar tidak sampai meninggal seperti ayahnya, dia adalah sosok murid yang rajin dan santun di sekolah, banyak prestasi yang di ukir serta beasiswa yang dia dapat setiap tahunnya, Sri sadar bahwa dia terlahir di keluarga yang kurang mampu. Maka belajar dan menjadi pandai adalah hal yang di haruskan.
Setiap hari keluarga kecil ini melewati hidup yang sangat sederhana, mereka tidak pernah mengeluh bahkan tidak pernah mengenal kata lelah. Ibu Indun yang harus menjadi orang tua tunggal dari Sri adalah sosok wanita tangguh, beliau sabar merawat Sri sendiri, sejak Sri kelas 3 SD hingga sekarang mau lulus, gurat – gurat keriput yang semakin hari semakin bertambah pada raut muka Ibu Indun terkadang membuat Sri meneteskan air mata tanpa sebab, Sri takut suatu saat ibunya bisa pergi meninggalkan dirinya seperti ayahnya
Ibu Indun : Loh Sri kenapa nduk kok kamu nangis
Srindun : (Kaget) Ah, anu Bu, tidak kok kelilipan
Ibu Indun : Owalah, Ati – ati nak
Srindun : Iya bu, ayo kita makan bu, itu sudah aku gorengkan tahu sama sambal
Ibu Indun : Ayoo nak kita makan.
Setelah selesai makan srindun masuk kekamar, didalam kamar yang remang remang dia menagis kembali, dia masih teringat dengan hayalannya yang takut kehilangan ibunya. Dan dia tertidur dengan wajahnya yang masih dalam keadaan menangis.
Hari sudah pagi, ayam mulai berkokok membangunkan manusia untuk sholat subuh dan melakukan aktivitas kembali. Bu indun sudah mempersiapkan barang dagangannya seperti biasa yang dia lakukan. Bu indun berangkat lagi untuk menjual dagangannya keliling desa.
Bu indun: “ bang darling oh bang darling bakwan kacang dadar gulung”
Bu indun: “ bang darling oh bang darling bakwan kacang dadar gulung”
Dengan kondisi bu indun yang sudah semakin tua, beliau sudah mulai kelelahan untuk berjalan dengan jarak yang sangat jauh ditempuhnya untuk mencari nafkah buat keluarganya. Bu indu tak pernah putus asa untuk mencari rizky, beliau menerima dengan ikhlas berapapun hasil yang didapatkannya, karena beliau percaya jika ada kesusahan pasti ada kemudahan untuk dirinya dan anaknya melangsungkan hidup nya sehari hari.  Dan bu indun pun pulang kerumah dengan nafas yang ngos ngosan seperti dikejar hantu, diusia nya yang sudah mulai tua membuat bu indun tak kuat berjalan lagi dengan jarak yang begitu jauh dari rumahnya.
Srindun: kelihatannya ibu capek sekali ya? Tak ambilkan air ya bu
Ibu sindun: iya nak makasih, ibu gapapa
Srindun: ini bu airnya, sini srindun pijat bu ( dengan menjalurkan tangannya kebahu ibunya)
Ibu sindun: makasi ya nak kamu sudah mau memijat ibu, badan ibu terasa pegal sekali
Srindun: (dia terdiamm) bu aku kebelakang dulu ya
Ibu sindun: iya nak
Sambil membalikkan bahunya srindun meneteskan air mata melihat ibunya yang sudah semakin tua tetapi tetap bersemangat mencari nafkah dan biayanya sekolah, srindun sempat berfikir untuk tidak melanjutkan sekolahnya, agar dia bisa membantu ibunya menjual kue keliling. Dan pada akhirnya dia menceritakan kegelisahan yang ada dihatinya.
Srindun: bu srindun ingin ngomong suatu hal yang penting
Ibu sindun: apa itu nak?
Srindun: ibukan sudah semakin tua lebih baik istirahat dirumah dan biarkan aku yang melanjutkan menjual kue kue keliling bu ( dengan mata yang berkaca kaca)
Ibu srindun:sudahlah nak gapapa, ini sudah kewajiban ibu untuk mensekolahkan kamu
Srindun: tapi bu, ibu sudah semakin tua dan kaki ibu sudah tak mampu berjalan jauh seperti dulu ketika ibu masih kuat ( sambil menatap ibunys dengan penuh kasihan)
Ibu srindun:gakpapa nak, kamu sekolah aja yang rajin agar nanti kau bisa membahagiakan ibu dan pengorbanan ibu tidak sia sia.
Srinden: aku janji bu, aku akan buktikan kepada ibuu kalau aku akan bahagiakan ibu dan tidak menjadi penjual keliling lagi
Srindun semakin bersemangat untuk belajar dengan giat karena dia ingin melihat ibunya bahagia dan bisa mewujudkan impiannya menjadi pengusaha. Hari hari pun mereka lewati dengan sabar dan ikhla, setiap pulang sekolah indun slalu membantu ibunya berjualan. Bulan tahun sudah mereka lalui dan tibalah saatnya dimana srindun bisa mewujudkan impiannya.
Srindun: lihatlah bu, perjuangan mu begitu besar sehingga aku menjadi sekarang ini
Ibu sindun:  iya nak, ibu bersyukur sekali impian mu untuk menjadi pengusaha bisa terwujudkan juga
 srindun: ini semua berkat ibu yang tak pernah lupa mendo’akann ku dan member semangat untuk ku
ibu sindun: iya nak, pesan ibu hanya satu “ jika kamu sudah merasakan kenyamana jangan pernah kamu mempunyai sifat kikir dan sombong”
srindun: pasti bu pasti kata kata mu adalah do’a yang harus aku lakukan bu.



Karya : Kader IMM Achilles

Tidak ada komentar:

Posting Komentar