Sabtu, 01 Desember 2018

Cerita Pendek

SERATUS PERSEN MUSLIMAH

 Karya :Kader IMM Achilles



 “Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini).” 

(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

       Sang fajar perlahan-lahan mulai menampakkan sinarnya dari ufuk timur, matahari terlihat lebih cerah hari ini, seolah menandakan senyuman bahagia setelah gelap menyelimuti.

Ada yang mengagetkan hari ini. Kaget bukan karena hari ini teman-teman memakai berbagai baju batik sesuka hati,beda dengan biasanya yang  memakai baju putih putih khas anak kesehatan, nilai ujian yang tiba-tiba anjlok, atau kaget karena digertak teman yang biasa usil di kelas. Tapi kaget dengan penampilan Amil yang berubah 360 derajat. Penampilannya yang tertutup membuat siswa seantero SMK Kesehatan Mulia Husada menjadi geger. Baju panjang dan kerudung lebar membuatnya terlihat lebih anggun daripada pakaian ketat yang selalu ia pakai di hari-hari sebelumnya. Pasalnya, Amil terkenal sebagai cewek yang tomboy, celana ketat dan kaos oblong biasa menemani kesehariannya, hingga muncul pemikiran bahwa mustahil bagi Amil mengenakan baju panjang dan kerudung lebar.

Amil mengayunkan langkahnya menuju ruang kelas, ia menyapa teman-teman yang sedari tadi melongo melihatnya, ada yang menatapnya dengan memasang muka cemberut, ada juga yang tersenyum, bahkan ada yang melihatnya tanpa berkedip.

“Assalamu’alaikum”

Sapa Amil kepada teman-teman yang mulai tadi terkejut melihatnya. Namun mereka hanya diam tertegun tanpa menjawab salam dari Amil.

“Hei Mil, kesurupan jin apa lu? Kok tiba-tiba berubah jadi gini?” tanya Mei, sahabatnya.

“Alhamdulillah, Allah masih memberiku kesempatan untuk berhijrah.”

Sambil tersenyum ia masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi paling depan, tepat di depan meja guru.

“Wuuih,Amil sekarang berubah eey. Lihat tuh sekarang udah belajar duduk di depan. Biasanya kan tidur di belakang. Haha..”

Gumam salah satu teman diiringi suara gaduh teman sekelas.

“Astaghfirullah, jek dek iyeh rah*(jangan gitu dong)*, dia kan sekarang lagi belajar jadi orang baik, hargai lah” seru Rara kepada teman-temannya yang heboh menggoda Amil.

Tiba-tiba pak Wahono guru Anatomi yang terkenal killer masuk ke dalam kelas. Suara gaduh teman-teman pun mulai menghilang.

Jam pelajaran telah usai. Amil masih duduk di bangkunya. Entah apa yang sedang ia
fikirkan, wajahnya yang cantik menyiratkan kegelisahan.

“Assalamu’alaikum Mil” sapaanku membuyarkan lamunannya.

“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh” jawab Amil spontan.

“MasyaAllah, barakallah ya Mil, semoga istiqomah” lanjutku sambil melemparkan
senyuman manis.

“Aamiin. InsyaAllah Di, ternyata gak mudah ya jadi orang baik, banyak
yang mencibir.” Lanjut Amil dengan menunduk .

Aku yang sedari tadi merasakan kegelisahan Amil mencoba untuk menenangkannya.
Tanpa pikir panjang,aku langsung memeluk Amil sambil mengusap kepalanya.

“Yang sabar ya Mil, sesungguhnya Allah tidak akan mengujimu melebihi batas kemampuanmu. Ikhlaslah melakukan sesuatu karena Allah, InsyaAllah semua yang kita lakukan akan terasa ringan.”

Ucapku menenangkan hati Amil.

“Jazakillah khoir Di, kamu selalu ada buat aku”, Amil kini kembali tersenyum.

“Iya Mil, sebaik-baik manusia adalah yang saling mengingatkan dalam kebaikan, yaudah yuk kita ke kantin.”  Aku pun menarik tangan Amil.

Kita berjalan menyusuri setiap kelas dan berbincang-bincang seputar ajaran Islam.

“Oya, nanti malem baca buku yuk” ucapku kepada Amil.

Aku adalah salah satu orang yang sering sekali mengajak Amil untuk berhijrah dan lebih mengenal Islam. Ya meski berat, setidaknya aku sudah berusaha setelah itu aku hanya bisa Tawakkal saja kepada Allah yang Maha membolak balikkan hati.

“Emm, boleh Di. Di mana?” Jawab Amil.

“Okesip deh, nanti aku ke rumahmu yaa.” Ucapku.

Kita pun memesan makanan dan menikmatinya.

Malam ini angin bertiup sepoi-sepoi, suara gemericik air mancur di depan rumah
Amil menjadikan suasana malam ini begitu tentram. Amil duduk di gazebo yang tersedia di
depan rumahnya menunggu kedatanganku. Dua gelas teh hangat dan semangkuk makanan
sudah ia sediakan untuk menyambut kedatanganku saat itu.

“Assalamu’alaikum” ucapku.

Amil menjawab salam dan langsung menyambut kedatanganku dengan hangat. Seperti biasa, kita bersalaman terlebih dahulu setiap kali bertemu.

“Gimana? Sudah siap belajar?” tanyaku.

“Siaap dong!” jawab Amil dengan wajah sumringah.

Kita memulai aktifitas membaca dengan membaca doa terlebih dahulu.

“Kamu bangga menjadi seorang muslimah?” tiba-tiba pertanyaanku itu mengejutkan Amil.

“Iya, aku bangga menjadi seorang muslimah” tanpa basa-basi Amil pun menjawab pertanyaan yang
dilontarkan olehku.

“Alhamdulillah, apakah saat ini kamu sudah menjadi seratus persen muslimah?” Pertanyaanku yang terakhir ini benar-benar membuat Amil terdiam dan sesekali menelan ludahnya.

Melihat respon Amil yang terdiam tanpa kata-kata, akhirnya aku melanjutkan kalimatku.

“Pertanyaan ini juga berlaku buat aku Mil. Di sini kita sama-sama belajar, mari
mulai dari sekarang kita belajar untuk menjadi seratus persen muslimah. Bukan menjadi
muslimah abal-abal, yang pagi hari beriman, sore harinya tidak. Tetapi jadilah muslimah
yang benar-benar muslimah, yang tetap istiqomah dalam keimanan. Jika kita menolong
agama Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, InsyaAllah
kebahagiaan dunia akhirat pasti akan kita dapat dan Allah akan menolong kita pula nanti di
yaumul hisab.”

Amil yang sedari tadi terdiam kini mencoba untuk membuka suaranya

“Iya Di, jazakillah khoir. Mulai malam ini aku akan berusaha untuk menjadi seratus persen muslimah.
Kita harus sama-sama saling mengingatkan dalam kebaikan yaa.”

“Amiin. InsyaAllah Mil. Sebagaimana yang tertera dalam (HR. Al-Bukhari dan Muslim) ‘Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini)’. Semoga kita menjadi salah satu dari orang-orang yang Allah faqihkan dalam agama ini.” ,

“Aamiin” Amil memelukku dengan penuh kasih sayang.


Malam semakin larut, suara jangkrik semakin kompak bak paduan suara. Sedang

langit masih terang dengan bintang-bintang dan sinar indah sang rembulan. Sebelum beranjak
ke tempat tidur, Amil menjatuhkan pandangannya menuju cermin besar yang tersedia di
kamarnya. Ia menatap wajah yang terpampang di hadapannya dalam-dalam.
Pertanyaanku yang tadi masih melekat dalam pikirannya,

“Benarkah aku sudah menjadi seratus persen muslimah?” ia terus bertanya-tanya dan berbicara dengan dirinya sendiri.

Ia rebahkan tubuhnya ke atas kasur yang tak begitu empuk itu. Kasur spon yang sudah
menemaninya bertahun-tahun. Hatinya terus berkata-kata

“Bismillah! Mulai saat ini aku bertekat untuk menjadi seratus persen muslimah.”

Ia pun mematikan lampu dan memulai kehidupannya dengan rangkaian mimpi keindahan surga.



9 komentar:

  1. Semoga bisa memotivasi banyak orang😊 lafyu si kader achilles wkwkwk

    BalasHapus
  2. Wahh bagus.. Semoga kita bisa terinspirasi dari secuil kisah perjalanan hijrah nya Amil.

    BalasHapus
  3. Mantaplahh, tapi amil matanya bulek 😳

    BalasHapus
  4. Next time, kasih konflik ya, gaada konflik nya, terlalu datar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kata kader imm achilles,insyaAllah next bisa lebih baik kak😊

      Hapus