Karya : Nur Fadilah Rusli
Seperti
yang kita semua ketahui bahwa saat ini generasi millenial sudah hadir ditengah-tengah
kita. Generasi ini adalah generasi yang lahir pada era 80-90an. Generasi ini
identik dengan karakter berani, inovatif, kreatif dan modern. Generani Y
(millennial) tidak hanya unggul dibidang teknologi dan pengetahuan akan tetapi
juga unggul dalam bidang sosial dan
politik. Di era globalisasi, tidak dapat dipungkiri bahwa seiring berkembang
pesatnya teknologi yang berbasis digital
application para generasi millennial sangat rentan akan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh media sosial. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk dalam berbagai hal, seperti aneka ragam kreasi budaya lingkungan, alam
dan wilayahnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini bisa dicerminkan pula
dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, bisa dikatakan pula
adanya kelompok masyarakat di Indonesia dapat berkembang keseniannya yang
sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model- model pengetahuan
dalam masyarakat.
Pendidikan
Islam Indonesia menampakkan ciri khas di dunia muslim. Mulai dari madrasah
sampai pada pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat unik,
karena di dalamnya telah tercakup tiga sistem pendidikan sekaligus, yakni
pendidikan formal, informal dan non formal. Dapat dikatakan bahwa pesantren
telah melaksanakan sistem pendidikan 24 jam. Sistem pendidikan terpadu tersebut
sangat berperan dalam mempengaruhi keberhasilan proses transformasi keilmuan
terhadap peserta didik/santri. Pondok pesantren mempunyai suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan
sistem asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem
pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kepemimpinan kiai
dengan ciri khas yang bersifat independen dalam segala hal.
Pondok
pesantren pada dasarnya memiliki fungsi meningkatkan kecerdasan bangsa, baik
ilmu pengetahuan, keterampilan maupun moral. Namun fungsi kontrol moral dan
pengetahuan agamalah yang selama ini melekat dengan sistem pendidikan pondok
pesantren.
Fungsi ini juga telah mengantarkan pondok pesantren
menjadi institusi penting yang dilirik oleh semua kalangan masyarakat dalam
menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan derasnya arus informasi di era
globalisasi. Apalagi, kemajuan pengetahuan pada masyarakat modern berdampak
besar terhadap pergeseran nilai-nilai agama, budaya dan moral. Pondok pesantren
Darul Ulum Peterongan Jombang yang dikenal dengan pondok Njoso saat ini telah berkembang pesat. Pesantren
yang dulunya masih belum begitu luas saat ini telah mencapai puluhan hektar
dengan 13 unit pendidikan sekolah dan 31 asrama untuk santri putra-putri. Mulai
dari sekolah PAUD sampai dengan perguruan tinggi yang diberi nama UNIPDU dan
UNDAR dimana wilayahnya berada diluar
lingkup PP Darul Ulum itu sendiri. Banyak perubahan dan pengembangan dalam
sarana prasarana, infrastruktur maupun metode pendidikannya. Berbagai
perkembangan dan perubahan tersebut berhubungan erat dan merepresentasikan
budaya organisasi yang terbangun di dalamnya. Budaya organisasi merupakan gaya
dan cara hidup dari suatu organisasi yang merupakan cerminan dari nilai-nilai
atau kepercayaan yang dianut oleh seluruh organisasi. Budaya organisasi merupakan
cerminan pola kepercayaan, nilai-nilai serta mitos para anggota suatu
organisasi yang sebagian besar akan mempengaruhi terhadap sebagian besar aspek
kehidupan organisasi. Mengenali budaya organisasi menjadi sesuatu yang menarik
sekaligus penting, sebab pemahaman terhadap budaya organisasi suatu kelompok
dapat membantu mengidentifikasi karakteristik
kelompok tersebut.
Seiring
dengan dinamika umat Islam Indonesia saat ini pesantren harus berjuang untuk
membersihkan diri dari tuduhan sebagai tempat yang mengajarkan terorisme. Jika
disini menyinggung tentang terorisme bisa dilihat dari cara berpakaian seorang wanita
bercadar. Diluar negeri khususnya Amerika Serikat tidak mempercayai orang yang
memakai pakaian berjubah dengan menutupi wajah yang hanya terlihat kedua mata karena
mereka dianggap seorang teororis. Akan tetapi di Indonesia wanita bercadar
sangat disegani karena mereka telah menutupi aurotnya dari ujung kepala hingga
kaki termasuk raut wajahnya agar terhindar dari fitnah. Ada beberapa pondok
pesantrren di Indonesia yang mewajibkan hal itu namun sebagian juga ada yang
melarangnya. Hal itu karena pengaruh dari budaya TIMUR TENGAH yang dibawa ke
Indonesia dan sebagian besar mayoritas disana memakai cadar.
Pesantren
yang pola kehidupannya berbentuk asrama (boarding) memungkinkan bagi
para santrinya yang berasal dari berbagai daerah saling bertukar pengalaman
tentang budaya mereka. Sebagaimana hal yang dilakukan oleh Pondok Pesantren
Darul Ulum Jombang, Menempatkan para santrinya tidak didasarkan asal daerah
mereka, melainkan didasarkan pada dinamika kehidupan di dalam pesantren.
Penempatan santri di asrama-asrama tidak bersifat permanen, maksudnya santri
tidak menetap dalam satu kamar atau asrama selama hidup di pesantren, tetapi
setiap tahun dilakukan perpindahan asrama; santri pindah dari satu asrama ke
asrama lainnya, dan di setiap semester di adakan perpindahan kamar dalam satu
asrama.
Hal
ini bertujuan agar para santri mengenal banyak kawan dan mengetahui berbagai
tradisi dan budaya santri dari berbagai daerah. Selain itu, perpindahan santri
dalam pesantren juga bertujuan agar para santri dapat melebur semangat
kedaerahan ke dalam semangat yang lebih universal dan mau belajar tentang
kehidupan bermasyarakat dalam arti lebih luas, berskala nasional, bahkan
internasional dengan adanya santri yang berasal dari mancanegara. Pesantren
mampu mempertahankan budaya dan tetap bersandar pada ajaran dasar Islam adalah
budaya pesantren yang berkembang berabad-abad Sikap ini tidak lain merupakan
konsekuensi logis dari modeling. Yang perlu ditegaskan disini bahwa modeling
-mengikuti prilaku seorang tokoh pemimpin merupakan bagian penting dalam
filsafat Jawa. Di daerah Jawa, secara sejarah Walisongo merupakan pemimpin bagi
kaum santri dan teladan bagi kehidupan bermasyarakat. Sebagai teladan dan
pemimpin kaum muslim, Walisongo tentu berkiblat pada pemimpin bagi kaum muslim
pada umumnya yakni Nabi Muhammad SAW. Sebagai teladan bagi kaum muslim,
Walisongo mempunyai kekuatan modeling yang didukung dan sejalan dengan value
system yang sudah mengakar pada budaya Jawa. Menurut Abdurrahman Mas’ud, “Model Walisongo dalam berkiprah di masyarakat
Jawa, yang kemudian hari menjadi inspirasi bagi para ulama untuk menunjukkan
integritasnya dalam mendampingi masyarakat menjalankan kehidupan beragama. Approach
dan wisdom Walisongo kini terlembagakan dalam esensi budaya
pesantren dengan kesinambungan ideology dan kesejarahan”. Model pendidikan
Islam yang dikembangkan oleh Walisongo yang diperuntukkan bagi masyarakat Jawa
dapat dilihat pada rekayasa mereka dalam mendirikan pesantren. Pendidikan yang
merakyat dan bersumber dari budaya lokal tanpa menghancurkan budaya yang telah
berkembang di masyarakat merupakan contoh bagaimana Walisongo mengembangkan
model pendidikan di pesantren. Karena konsepsi cultural resistance pula,
dunia pesantren selalu tegar menghadapi hegemoni dari luar. Sejarah menunjukkan
bahwa saat penjajah semakin menindas, saat itu pula perlawanan kaum santri
semakin keras. Ponalakan Sultan Agung dan Diponegoro terhadap kecongkakan
Belanda, ketegaran kyai-kyai di masa penjajahan, serta kehati-hatian pemimpin
Islam berlatar belakang pesantren dalam menyikapi kebijaksanaan penguasa yang
dirasakan tidak bijak sehingga menempatkan mereka sebagai kelompok ”oposan”
adalah bentuk-bentuk cultural resistance dari dulu hingga sekarang.
Dalam konteks ini bisa dipahami jika pesantren-pesantren besar di Jawa selalu
dihubungkan dengan kekayaan mereka yang berupa kesinambungan ideologis dan
sejarah serta mempertahankan budaya lokal. Pendidikan di pesantren mengajarkan tentang
pentingnya mempertahankan tradisi Islam tanpa harus membenturkannya dengan
budaya yang berkembang di masyarakat. Model kehidupan yang demikian, diajarkan
oleh ikon pesantren yakni Walisongo. Melalui kearifan dan pendekatan yang
digunakan oleh Walisongo dalam mendakwahkan Islam di Jawa, dapat menghadirkan
warna tradisi Islam yang sensitif terhadap budaya lokal. Globalisasi dengan
segala kelebihan dan kekurangannya, menganjurkan pentingnya penghargaan
terhadap perbedaan. Namun demikian globalisasi ternyata juga melahirkan budaya
homogenisasi yang dihembuskan oleh Negara Barat terhadap negara berkembang.
Pesantren sebagai bagian dari system pendidikan nasional Indonesia, mempunyai
tradisi menghargai budaya yang berkembang di masyarakat. Pola kehidupan di
pesantren yang berbentuk asrama (boarding), sangat memungkinkan para
santri untuk saling belajar tentang budaya yang berkembang dari daerah
masing-masing. Dengan pola yang demikian, melalui pendidikan di pesantren para
santri dapat meleburkan dirinya dalam pola berfikir yang bersifat universal
tidak terbatas pada nilai-nilai yang berkembang dalam suatu wilayah namun
melalui pola fikir lintas batas, sehingga sikap kefatikan kedaerahan yang
bersifat primordial dapat diminimalisir melalui kegiatan pendidikan di
pesantren. Sastrapratedja menjelaskan bahwa pendidikan multikultural bukanlah obat
yang menyelesaikan semua masalah. Akan tetapi pendidikan multikultural dapat
menjanjikan trasformasi masa depan, keadilan dan persamaan bagi semua kelompok
sosial dan budaya. Salah satu masalah penting yang melingkupi praksis
pendidikan di Indonesia adalah masalah pemerataan, persamaan dan keadilan.
Praksis pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya dapat berjalan dengan baik,
masalah diskriminasi, etnisitas dan kedaerahan, akhir-akhir ini justru semakin
mengarah kepada primordial yang membahayakan. Otonomi daerah yang seharusnya
dijadikan sebagai pendekatan dalam mengoptimalkan peran pendidikan yang
berbasis kebutuhan daerah, ada kecenderungan disalahartikan oleh segelintir
pejabat, sehingga malah merusak ide-ide pendidikan multikultural. Politik
kebangsaan yang multikultural mestinya
memberikan ruang bagi berkembangnya semangat
menghargai perbedaan dan keragaman yang sesuai dengan filsafat Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Eka. Pesantren memiliki dua peran,
yaitu peran internal dan eksternal. Peran internal pesantren berhubungan dengan
kegiatan pembelajaran santri dan peran eksternalnya berhubungan dengan kiprah
pesantren di lingkungan masyarakat. Sejalan dengan kehidupan masyarakat yang
terus berkembang, pesantren pun bermetamorfosis menjadi lembaga yang kooperatif
terhadap kemajuan iptek dan budaya masyarakat modern. Proses ini membuat
pesantren berkembang dari model salaf menjadi khalaf atau modern. Pesantren di
era globalisasi harus mampu mendesain kurikulum yang berbasis kebutuhan pasar
sehingga menghasilkan outcomes yang mudah terserap lapangan kerja dan
mampu menjawab tantangan zaman. Tantangan modernitas yang paling berat adalah
pergeseran nilai dan moral yang bersumber dari arus globalisasi dan tingginya
angka konsumerisme danketergantungan masyarakat terhadap produk teknologi
modern. Maka, pesantren masa kini setidaknya memiliki beberapa ciri, di antaranya:
ledakan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbasis penguatan agama dan moral,
serta toleransi dan pluralisme.
Adapun tradisi pesantren yang tidak
hanya memiliki satu preferensi untuk menilai fenomena di luar pesantren,
terbentuk dari paradigma kajian yang ada di pondok pesantren. Diakui atau
tidak, pondok pesantren merupakan pasar dari semua madzhab, landasan pemikiran
keislaman, hingga pada proses pertarungan ideologisasi keislaman. Tentu,
kebiasaan pesantren mendiskusikan persoalan kekinian selalu dikontekskan pada
cara berfikir yang berbasis pada kitab kuning dan pandangan ulama’-ulama’
salaf. Namun, pada proses pelaksanaanya, para kyai umumnya, mencari format baru
model penyampaian (dakwah) yang lebih elegan dan sesuai dengan bahasa-bahasa
masyarakat sekitar. Para kyai, akan sangat sulit memahami diskursus toleransi
yang dimaktub oleh akademisi. Tapi, mereka tahu bahwa subtansi dari toleransi
adalah memahami perbedaan dan menghargai apapun yang terjadi di dalam
masyarakat sebagai bentuk takdir ilahi yang tidak bisa diganggu gugat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar