Bullying merupakan tindakan agresif, baik secara fisik maupun verbal, yang dilakukan
oleh individu. Tindakan tersebut dilakukan secara berulang kali, dan terdapat perbedaan
kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam hal ini merujuk pada sebuah
persepsi terhadap kapasitas fisik dan mental. Selain itu, perbedaan kekuatan juga terdapat pada
jumlah pelaku dan korban (Schott, 2014). Bullying banyak dilakukan di tingkat perguruan tinggi
pada kegiatan Orientasi pengenalan kampus (Ospek). Orientasi pengenalan kampus (ospek)
merupakan tradisi di perguruan tinggi. Ospek umumnya digunakan sebagai sarana pengenalan
kampus.
Kegiatan ospek biasanya identik dengan kegiatan yang menantang mental dan kuat akan
stigmanya penuh dengan kekerasan. Fenomena ospek sering disebut sebagai perpeloncoan atau
bullying. Tindakan perpeloncoan yang terjadi dalam masa ospek serupa dengan bullying, dalam
penelitian Yayasan Semai Jiwa Amini (2014) menyatakan bahwa bullying adalah sebuah situasi
dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan /kekuasaan yang dilakukan oleh
seseorang/sekelompok. Bullying dapat memberikan dampak negatif kepada seseorang seperti
gejala fisik, mempengaruhi perilaku serta merasa memiliki gambaran terhadap dirinya sebagai
pribadi yang negatif. Akan tetapi tidak semua korban bullying memiliki gambaran pribadi yang
negatif. Korban bullying yang tangguh terhadap tekanan yang dialaminya dapat dikatakan
memiliki resiliensi.
Resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit dalam menghadapi dan mengatasi
situasi yang berisiko dan penuh tekanan melalui pertahanan kompetensi yang dimiliki serta
adaptasi yang positif dan fleksibel terhadap perubahan dari pengalaman yang penuh tekanan.
(Achour & Nor, 2014). Sedangkan Resiliensi Akademik adalah kemampuan individu untuk
tetap bertahan menyelesaikan pendidikannya meskipun pada kondisi yang sulit atau situasi
yang tidak menyenangkan dan dapat menyelesaikan suatu permasalahan akademik.
Baron et al. (2009) berpendapat bahwa harga diri adalah sejauh mana kita memandang
diri kita sendiri secara positif atau negatif dan sikap kita terhadap diri kita sendiri secara
keseluruhan. Menurut Rosenberg teori harga diri bersandarkan pada dua faktor (dalam Flynn,
2003), yaitu: (1) Pujian dari orang lain (reflected appraisal), komponen pujian menjelaskan
bahwa perasaan orang terhadap diri mereka sendiri dipengaruhi dengan kuat oleh pemikiran
orang lain terhadap diri mereka. Maka, harga diri dianggap sebagai sebuah produk dari interaksi
sosial, (2) Perbandingan sosial (social comparison), perbandingan sosial menyatakan bahwa
apabila pemikiran orang lain terhadap diri pribadi tidak tersedia, orang akan menilai diri mereka
sendiri melalui perbandingan dengan orang lain.
Dari salah satu jurnal yang di publish tahun 2006 tentang penelitian bullying di perguruan
tinggi diperoleh hasil analisis data yang menunjukkan secara bersama-sama adanya pengaruh
bullying terhadap resiliensi akademik dan harga diri mahasiswa di perguruan tinggi. Dari hasil
pengolahan data terdapat hal yang perlu digaris bawahi oleh setiap individu agar tidak
melakukan bullying.
Terdapat pengaruh dari harga diri terhadap resiliensi. Dalam hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi harga diri yang diperoleh semakin tinggi pula resiliensi yang dimiliki.
Sebaliknya, semakin rendah harga diri semakin rendah resiliensi subyek. Hasil penelitian ini
sejalan dengan pernyataan Resnick et al. (2011), yang menyatakan individu yang memiliki harga
diri yang baik membantu individu tersebut dalam menghadapi keterpurukan.
Harga Diri Menurut James harga diri dapat didefinisikan sebagai penilaian seseorang atau
evaluasi atau nilai terhadap dirinya (Hutteman, Nestler, Wagner, Egloff, & Back, 2015). Maslow
menegaskan bahwa kebutuhan terhadap harga diri pada masa remaja merupakan kebutuhan yang
sangat penting (Amalia, 2014). Harga diri merupakan penilaian terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang sering berkaitan dengan sikap penerimaan ataupun penolakan yang
menunjukkan seberapa jauh individu percaya terhadap kemampuan yang dimiliki (Ekasari &
Andriyani, 2013). Individu dengan harga diri yang tinggi merasa cukup positif tentang
karakteristik dan kompetensi mereka, yang dapat secara positif mempengaruhi kesejahteraan
dalam dirinya, sementara harga diri yang rendah dapat menyebabkan banyak masalah dalam
emosional dan perilaku (Shaniya & Sharma, 2012). Rosenberg mengatakan harga diri
didefinisikan sebagai konstruk satu dimensi, yang mengacu pada rasa umum seseorang yang
berharga (Bajaj, Robins, & Pande, 2016). Coopersmith menyebutkan aspek-aspek dari harga diri
diantaranya adalah power, significance, virtue, dan competence (Ekasari & Andriyani, 2013).
Soresen merumuskan bahwa harga diri merupakan suatu pandangan yang ada dalam diri individu
atau bersifat personal tentang bagamana seseorang merasa, menilai dan menghargai diri sendiri
(Aunillah & Adiyanti, 2015).
Sebagai contohnya,berita yang sedang beredar mengenai mahasiswa baru yang
dimaki,diteriaki,dibentak dengan kata-kata kasar oleh mahasiswa senior. Hal itu dilakukan oleh
mahasiswa senior didepan banyak orang yang menyebabkan mahasiswa baru tersebut malu. Dan
tidak hanya itu,ada juga mahasiswa baru di UNTIRTA yang saat kegiatan Orientasi Pengenalan
Kampus mereka di jemur di lapangan dan tidak diperbolehkan untuk makan dan minum oleh
panitia PKKMB di kampus tersebut. Hal itu juga bisa termasuk ke dalam perpeloncohan yang
berujung menyiksa.
Ditinjau dari perspektif hukum bentuk melakukan tindakan kekerasan selama kegiatan
orientasi pada perguruan tinggi dapat dijerat dengan pasal 335 KUHP Bab XVIII tentang
kejahatan terhadap kemerdekaan orang. Sedangkan orang yang turut serta dalam melakukan
kekerasan selama kegiatan orientasi ini dapat dijerat dengan pasal 55 dan 56 KUHP.
Dalam nilai agama tidak diajarkan kepada kita untuk melakukan hal semena-mena dan
melakukan sesuatu hal atas dasar balas dendam sebagaimana dalam surat Al. Anbiya ayat 107
disebutkan “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” Karena itulah, Islam melarang manusia bersikap semena-mena terhadap manusia lain.
Dalam hadits al Imam al Hakim, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang dengan sewenang-
wenang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih kecil darinya, maka Allah akan
meminta pertanggungjawaban kepadanya.”
Cara Mengatasi Bullying Ini adalah masalah serius yang perlu diatasi karena dapat
memberikan dampak jangka panjang baik untuk korban dan juga pelaku. Berikut adalah
beberapa langkah cara mengatasi bullying yang bisa dilakukan:
1. Ceritakan pada orang dewasa yang dapat dipercaya. Ceritakan pada orang tua maupun
guru yang memiliki otoritas untuk menindaklanjutinya.
2. Abaikan penindas dan jauhi. Seperti yang disebutkan sebelumnya, penindas akan merasa
senang apabila mendapatkan reaksi seperti yang dia inginkan.
3. Tingkatkan keberanian dan rasa percaya diri. Tunjukkan pada lingkungan sekitar bahwa
Anda bukan orang yang lemah dan mudah untuk ditindas.
4. Bicara pada pelaku. Tunjukkan bahwa apa yang dilakukan pelaku bukan hal yang baik
dan bahkan berbahaya.